Tindak
pidana Penggelapan diatur dalam BAB XXIV pasal 372, 373, 374, 375, 376, 377
KUHP. Dari pasal – pasal tersebut, yang dikatakan sebagai pokok dari dari
penggelapan adalah pasal 374.
“Barang
siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya
atau sebagaian adalah kepunyaan orang lain tetapi yang ada dalam kekuasaannya
bukan karena kejahatan karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama
empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.
Berdasar bunyi Pasal 372 KUHP diatas, diketahui bahwa secara yuridis delik
penggelapan harus memenuhi unsur-unsur pokok berupa :
1. Unsur Subyektif Delik
berupa kesengajaan pelaku untuk menggelapkan barang
milik orang lain yang dirumuskan dalam pasal undang-undang melalui kata :
“dengan sengaja”; dan
2. Unsur Oyektif Delik yang terdiri atas :
(a) Unsur barang
siapa;
(b) Unsur
menguasai secara melawan hukum;
(c) Unsur suatu
benda;
(d) Unsur sebagian atau seluruhnya milik orang lain; dan
(e) Unsur benda tersebut ada padanya bukan karena
kejahatan.
UNSUR “DENGAN SENGAJA”
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia , frasa “dengan sengaja” dimaksudkan
(direncanakan); memang diniatkan begitu; tidak secara kebetulan atau
dibuat-buat; bersengaja.
“dengan
sengaja” ini bisa di liat secara subyektif maupun obyetif yang akan kita liat
dari sisi motif dari adanya tindakan penggelapan tersebut, karena dengan
mengetahui motif tersebut akan mengetahui ada unsur sengaja atau tidak.
Berhubung dengan keadaan batin
orang yang berbuat dengan sengaja, yang berisi “menghendaki dan mengetahui”
itu, maka dalam ilmu pengetahuan hukum pidana dapat disebut 2 (dua) teori
sebagai berikut:
1). Teori kehendak (wilstheorie)
Inti kesengajaan adalah kehendak
untuk mewujudkan unsur-unsur delik dalam rumusan undang-undang (Simons dan
Zevenbergen).
2). Teori pengetahuan /
membayangkan (voorstellingtheorie)
Sengaja berarti membayangkan akan akibat timbulnya
akibat perbuatannya; orang tak bisa menghendaki akibat, melainkan hanya dapat
membayangkannya. Teori ini menitikberatkan pada apa yang diketahui atau
dibayangkan oleh sipelaku ialah apa yang akan terjadi pada waktu ia akan
berbuat (Frank).
“Dengan Sengaja” sebagai suatu
kesengajaan, di perlukan syarat, bahwa si pelaku mempunyai dan ada untuk
kesadaran, bahwa perbuatannya dilarang dan/ atau dapat dipidana. Namun
pembenaran ini akan terpatahkan jika tida ada unsur pengakuan akan hal tersebut
jika ada pemberatan dalam penggelapan. Hal ini di katakan sebagai KESENGAJAAN
BERWARNA.
Sisi lain, “Dengan Sengaja”
sebagai suatu kesengajaan maka cukuplah di[perlukan bahwa si pelaku memang
menghendaki adanya perbuatan tersebut terlepas dari perbuatan tersebut dilarang
atau bertentangan, maka disebut KESENGAJAAN TIDAK BERWARNA. Di Indonesia
sendiri menganut kesengajaan tidak berwarna karena di Indonesia menganut
doktrin fiksi hukum (seseorang dianggap mengetahui hukum yang ada).
Kalau menurut Lamintang, bahwa
terjadinya penggelapan disitu sudah ada yang namanya penyalahgunaan tanggung
jawab dan kepercayaan demi untuk untuk kepentingannya dengan penguasaan barang
bukan sebagai hasil dari kejahatan.
Menurut Tongat, bahwa unsur
kesengajaan ini diatur :
-
Mengaku sebagai milik sendiri
-
Sesuatu barang
-
Seluruh atau sebagaian milik orang lain
-
Berada dalam kekuasaannya bukan hasil dari
kejahatan.
Jika ada kata di “titipkan” sebagai usaha untuk mengaburkan “dengan
sengaja” maka itu tidak akan berlaku jika si pelaku mengetaui bahwa tindakan
tersebut tidak dibenarkan atau berupaya untuk menghalangi pengembalian barang
yang berada di penguasaanya. Oleh karena itu kata “dititipkan” bukan sebagai
pembenar untuk menguasai barang sebagaimana diatur dalam penggelapan.
Belum ada pakar / ahli yang
mencoba untuk menganalisa “dititipkan” sebagai upaya untuk menghindari kata
“dengan sengaja”
Macam Kesenggajaan
Dalam doktrin ilmu hukum pidana, kesenggajaan (dolus)
mengenal berbagai macam kesenggajaan, antara lain:
- Aberratio ictus, yaitu dolus yang mana seseorang yang sengaja melakukan tindak pidana untuk tujuan terhadap objek tertentu, namun ternyata mengenai objek yang lain.
- Dolus premeditates, yaitu dolus dengan rencana terlebih dahulu.
- Dolus determinatus, yaitu kesengajaan dengan tingkat kepastian objek, misalnya menghendaki matinya.
- Dolus indeterminatus, yaitu kesengajaan dengan tingkat ketidakpastian objek, misalnya menembak segerombolan orang.
- Dolus alternatives, yaitu kesengajaan dimana pembuat dapat memperkirakan satu dan lain akbat. Misalnya meracuni sumur.
- Dolus directus, yaitu kesengajaan tidak hanya ditujukan kepada perbuatannya, tetapi juga kepada akibat perbuatannya.
- Dolus indirectus yaitu bentuk kesengajaaan yang menyatakan bahwa semua akibat dari perbuatan yang disengaja, dituju atau tidak dituju, diduga atau tidak diduga, itu dianggap sebagai hal yang ditimbulkan dengan sengaja. Misalnya dalam pertengkaran, seseorang mendorong orang lain, kemudian terjatuh dan tergilas mobil (dolus ini berlaku pada Code Penal Perancis, namun KUHP tidak menganut dolus ini).
Di sinilah unsur “dengan sengaja”
sangat menjadi beban manakala mengungkap sebuah kejahatan penggelapan. Harus
dibuktikan secara materiil adanya arus atas penguasaan barang tersebut, tentu
saja unsur yang paling menentukan adalah unsur pengakuan, yaitu disengaja telah
di akui oleh pelaku bahwa berupaya untuk menguasai barang terebut, yang
kemudian menguasai untuk kepentingan pribadi, terlepas bahwa perbuatan tersebut
dilarang atau tidak.
Oleh karena itu jika ada
penggelapan,maka sebelum dilakukan proses lanjut di kepolisian, maka dilakukan
upaya pengakuan dan telusuri penggunaan barang yang digelapkan. Siapkan bukti
bukti yang lain yang menyatakan kebendaan atas barang tersebut. Penggelapan ini
tidak mensyaratkan nilai kerugian, yang terpenting adalah motif untuk mengungkap
unsur sengajanya. Apakah dengan melibatkan orang lain atau hanya diri sendiri,
maka bisa dijeratnya.
0 comments:
Post a Comment