NES & Co


advokat - Konsultan Hukum

Monday, June 20, 2016

Cerita ibu janda di somasi pidana

Ponsel berdering..disebrang sana terdengar suara terbata-bata....wow..teman ...saya duga ini mbah Geng. Teman lama dan juga seorang paranormal.....terbata bata dia dalam suaranya...."Beno .....( saapaan dia ke saya..sering menyebut edi subeno..) kowe nang ndi? iki aku jaluk tulung..mbakyu di somasi karo pengacara meh dilaporke polisi  ( Beno kamu di mana...ini saya minta tolong..kakak saya di somasi sama pengacara mau dilaporkan ke polisi )..."

" lha kenapa mbah kok di somasi"
" kamu segera ke rumah ku segera ya"
" ya mbah ta kesana besok malam.."

Saya kemudian ke sana dan ditemui oleh kakaknya mbah geng, yaitu bu titi. Dia menangis ada surat somasi dari salah seorang lawyer terkenal di kota semarang atas tuduhan penggelapan sertifikat tanah yang bukan haknya. Dia bercerita bahwa dia hanya di titipkan sertifikat oleh mantan suaminya supaya disimpan tanpa ada maksud untuk menguasai atau memilikinya.
Mantan suaminya 40 hari sebelum meninggal kecelakaan, datang ke ruamhnya untuk menyerahkan sertifikat tersebut supaya disimpan karena masih ada anak perempuannya yang juga berhak atas harta dengan istri mudanya. Atas permintaan nya, disimpan lah sertifikat tersebut. 40 hari kemudian mantan suami nya meninggal dunia dalam kecelakaan.

Dengan menangis dan rasa takut adanya somasi tersebut, saya coba baca pelan pelan untuk menjelaskan kalimat demi kalimat isi somasi tersebut. Saya harus mampu mengendalikan suasana ketakutan dan kegelisannya atas somasi tersebut karena merasa tidak bersalah, karena selalu memojokan istri muda almarhum mantan suaminya lah yang begitu tega dan mengingari semuanya atas harta warisan.  Saya tenangkan supaya bisa bersama sama jernih menterjemahkan somasi tersebut.
Pertanyaan saya pertama adalah kenapa muncul surat somasi ke dua? apa yang pertama tidak ada tanggapan sama sekali? dijawab bahwa sudah mengutus seseorang untuk menghadap menyelesaikan kasus ini, namun sampai sekarang belum ada laporan bagaimana perkembangannya, sehingga muncul surat somasi kedua.
"Ibu...somasi ini sudah kelewat batas waktu nya....ini harus segera ditanggapi karena ancamannya adalah ibu akan dilaporkan ke polisi atas tuduhan penggelapan"
"Saya tidak bermaksud menggelapkan mas"
"Iya bu..kalau ibu tidak ada niatan maka ya logikanya di kembalikan, cuman alasan ibu kan karena almarhum menitipkan ke ibu tanpa wasiat apapun. perlu diketahui bahwa sertifikat tersebut berhak dimiliki oleh hanya ahli warisnya saja, sedangkan ibu bukan ahli warisnya.tapi ibu kan masih ada anak perempuan yang masih ada ahli waris, cuman ini anaknya ada gangguan mental sehingga tidak cakap"
"Terus gimana mas....kok sampai begini...itu si A (istri muda mantan suaminya) memang keterlaluan kok sampai begini, harusnyadibicarakan baik baik, dan sudah mengingkari janji janji nya"
"Ibu...kalau somasi ini memang menjadi alat untuk mediasi dan dimusyawarahkan secara baik baik. jika tida ada itikad baik dan tidak ada titik temu ya ada tindakan atau upaya hukum dari pihak sana"
"Saya harus bagaimana mas......"
" Gini bu, sekarang kita bahas satu satu..... bahwa unsur penggelapan yang paling utama adalah adanya niatan dan dengan sengaja untuk menguasai barang dalam kekuasaannya yang mana barang itu diperolehnya bukan sebagai hasil kejahatan. Nah disini saya mendengar kalau ibu memang tidak berniat atau dengan sengaja menguasai sertifikat tersebut. Kira-kira mau ndak sertifkat itu dengan iklas diserahkan ke si A karena sebagai ahli warisnya?"
"Saya tidak mau mas, karena almarhum menitipkan sertifikat ini, apalagi anak saya juga apakah masih mendapatkan hak warisnya"
"Nah berarti kan ibu tetap ingin menguasai sertifikat tersebut. Masalah anak ibu dapat harta waris, dipastikan dapat tergantung dari metode yang akan digunakan."
"Tolong mas supaya ini bisa diselesaikan"
"baik bu...yang terpenting adalah segera menemui lawyer si A untuk membicarakan lebih lanjut. Target saya adalah supaya ibu jangan dilaporkan ke polisi. Kalau dilaporkan ke polisi, repot dan kasihan ibu karena sering bolak balik menyelesaikan pemeriksaan. Saya tidak bisa membantu bagaimana penyidik akan memeriksa ibu karena saya bersifat pasif hanya mendampingi. Saya akan membela ibu jika nanti sampai ke pengadilan"
"terus mas.."
"ya sekarang dibicarakan yang baik baik saja. kalau ibu dilaporkan posisi kita akan susah karena pembelaan ibu sebagai upaya di titipkan oleh almarhum tidak bisa dijadikan alibi, apalagi kalau kemudian pengampuan anaknya. Memang anak ibu sdh pernah dirawat di Rumah Sakit Jiwa, namun ibu harus mendapatkan penetapan pengampuan dari pengadilan atas segala tindakan hukum dari anak ibu. Nah di sini lah ibu tidak berhak sebenarnya. Kita berbicara pahitnya dulu daripada berbicara manis manis....karena profesi advokat tidak akan pernah menjanjikan kemenangan...namun memberi solusi membantu jalan keluar yang terbaik, dan membantu lanjut tindakan tindakan hukum.Oleh karena itu sebelum saya membahas ke sana lagi, apakah ibu akan memberi kuasa ke saya.."
"Ya saya pasrah dan minta tolong mas...sampai saya tidak bisa tidur..pekerjaan menjahit saya terganggu karena masalah ini"

Saya mencoba menenangkan psikis ibu itu.
"begini saya besok ke menemui lawyernya itu, dan saya harus ada surat kuasa tersebut. Yang terpenting jangan sampai ibu dilaporkan ke polisi. kemudian jika ada solusi damai maka berapa prosesntase dari ibu? "
"ya mas..saya minta setengah nya saja"
"baik nanti saya sampaikan, namun paling tidak 40 persen mungkin hal yang wajar bu, tapi tetaplah akan 50 persen ya. Udah ibu berdoa saja dan tenang supaya masalah ini diselesaikan dengan baik baik. Besok saya ke sini untuk meminta tanda tangan kuasa ya, saya ta pamit pulang dulu"
"Terima kasih mas"

Dari sekuel cerita diatas, bersikap lah tenang dalam menghadapi persoalan. tetap fokus dan berdoa semoga ada jalan keluar yang terbaik. karena masalah sengketa hukum --apalagi perdata--- hanyalah kepentingan dua pribadi yang tidak saling memahami kedudukan masing masing, baik yang merasa benar maupun yang lebih benar. Karena selama belum ada putusan hakim, semua merasa benar.




0 comments: