NES & Co


advokat - Konsultan Hukum

Sunday, June 5, 2016

Laporan Polisi


Sering kita mendengar seseorang akan dilaporkan ke polisi karena telah melakukan tindakan pidana. Pihak yang melaporkan adalah Pelapor. Sedangkan pihak yang dilaporkan adalah Terlapor.
Apa itu Laporan polisi? ( dikenal dengan LP )
Pasal 1 angka 24 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”), yaitu:“Laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seorang karena hak atau kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana”.
Pasal 108 ayat (1) dan ayat (6) KUHAP :
(1) Setiap orang yang mengalami, melihat, menyaksikan dan atau menjadi korban peristiwa yang merupakan tindak pidana berhak untuk mengajukan laporan atau pengaduan kepada penyelidik dan atau penyidik baik lisan maupun tulisan;
(6) Setelah menerima laporan atau pengaduan, penyelidik atau penyidik harus memberikan surat tanda penerimaan laporan atau pengaduan kepada yang bersangkutan.
Laporan polisi belum tentu sudah terjadi adanya peristiwa pidana, karena ini merupakan bentuk pemberitahuan, yang kemudian perlu di lanjutkan dengan penyelidikan dari pihak kepolisian. Namun sudah menjadi kewajiban kita untuk melaporkan tindak kejahatan yang kita lihat dan kita temukan.
Laporan polisi bisa di mulai dengan dengan pengaduan masyarakat atas dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh terlapor. Pihak reskrim akan menawarkan apakah ini pengaduan atau laporan polisi tergantung dari hasil penyelidikan. Jika memang terlapor meminta ini pengaduan maka pihak kepolisian akan membuatkan laporan pengaduan guna ada penyelesaian yang dimediasi oleh polisi.
Sedangkan Pengaduan adalah pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang berkepentingan kepada pejabat yang berwenang untuk menindak menurut hukum seorang yang telah melakukan tindak pidana aduan yang merugikannya. (lih. Pasal 1 angka 25 KUHAP).
Pengertian tersebut menunjukan kepada kita bahwa bila seseorang merasa dirugikan hak hukumnya oleh orang lain, maka ia dapat mengadukan perilaku tersebut dengan disertai keinginan untuk memperoleh keadilan atau tuntutan hukum. Namun di dalam prakteknya, lebih sering digunakan istilah pelaporan, hal tersebut dikarenakan status yang disandang seseorang yang memasukkan laporan atau pengaduan lebih sering disebut Pelapor.
Semua bisa dilaporkan, namun filter yang paling utama adalah dibagian SPK (sentra pelayanan kepolisian) dimana pihak yang pertama kali menerima adanya laporan atau aduan.
Peraturan Kapolri No. 12 Tahun 2009 tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana di Lingkungan POLRI (Perkap No. 12 Tahun 2009) adalah sebagai berikut :
  1. Batasan waktu ketika pertama kali menyerahkan Laporan yang dibuat di Sentra Pelayanan Kepolisian (SPK), yakni.
Pasal 11
(1) Laporan Polisi yang dibuat di SPK WAJIB segera diserahkan dan harus sudah diterima oleh Pejabat Reserse yang berwenang untuk mendistribusikan laporan paling lambat 1 (satu) hari setelah Laporan Polisi dibuat.
(2)Laporan Polisi yang telah diterima oleh pejabat reserse yang berwenang
(3)Laporan Polisi sebagaimana dimaksud, selanjutnya HARUS sudah disalurkan keapda penyidik yang ditunjuk untuk melaksanakan penyidikan perkara paling lambat 3 (tiga) haris sejak Laporan Polisi dibuat.
Pasal 18
Terhadap perkara yang merupakan sengketa antara pihak yang saling melapor kepada kantor polisi yang berbeda, penanganan perkaranya dilaksanakan oleh kesatuan yang lebih tinggi atau kesatuan yang dinilai paling tepat dengan mempertimbangkan aspek efektivitas dan efisiensi.
  1. berikutnya setelah adanya laporan adalah berupa kegiatan penyelidikan dan batasan waktu melaporkan hasil penyelidikan, yang diatur dalam Perkap No. 12 Tahun 2009, sebagai berikut:
Pasal 26
(1) Penyelidik yang melakukan kegiatan penyelidikan wajib melaporkan hasil penyelidikan secara lisan atau tertulis kepada atasan yang memberi perintah pada kesempatan pertama.
(2) Hasil penyelidikan secara tertulis dilaporkan dalam bentuk Laporan Hasil Penyelidikan (LHP) paling lambat 2(dua) hari setelah berakhirnya masa penyelidikan kepada pejabat yang memberikan perintah.
3. Proses selanjutnya setelah laporan hasil penyelidikan adalah melakukan tindakan penyidikan. Perkap No. 12 Tahun 2009 menyatakan bahwa
Pasal 33 dan Pasal 34
“Setiap tindakan penyidikan wajib dilengkapi surat perintah Penyidikan. Penyidik yang telah mulai melakukan tindakan penyidikan wajib membuat SPDP.”
4. Perkap No. 12 Tahun 2009 selanjutnya mengatur mengenai batas waktu penyelenggaraan penyidikan sebagai berikut:
Pasal 31
(2) Batas waktu penyelesaian perkara dihitung sejak diterimanya Surat Perintah Penyidikan meliputi:
a. 120 hari untuk penyidikan perkara sangat sulit
b. 90 hari untuk penyidikan perkara sulit
c. 60 hari untuk penyidikan perkara sedang
d. 30 hari untuk penyidikan perkara mudah
(3) Dalam menentukan tingkat kesulitan penyidikan, ditentukan oleh pejabat yang berwenang menerbitkan Surat Perintah Penyidikan.
(4) Penentuan tingkat kesulitan penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) selambatnya 3 (tiga) hari setelah diterbitkan Surat Perintah Penyidikan.
Pasal 32:
(1) Dalam hal batas waktu penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 penyidikan belum dapat diselesaikan oleh penyidik, maka dapat mengajukan permohonan perpanjangan waktu penyidikan kepada pejabat yang memberi perintah melalui pengawas penyidik.
Siapkan bukti bukti minimal dua alat bukti dan dua orang saksi. Untuk memperkuat laporan anda.

0 comments: