NES & Co


advokat - Konsultan Hukum

Pendampingan Saksi

Pendampingan ini untuk mengungkap kasus penggelapan 374 KUHP. Laporan Polisi di Polsek Purwokerto Utara.

Pencarian Orang

Ini salah satu orang yang dicari karena terduga pelaku penggelapan di suatu perusahaan yang kita tangani. sekitar 200 juta.saat ini tidak diketahui keberadaanya dan menjadi DPO Polsek Pati Kota Jateng.

"PELAYANAN YANG PRIMA SPK POLRESTABES MAKASSAR"

Pendampingan Laporan Polisi di Polrestabes Kota Makassar 2017.

NES and Co - ADVOKAT dan KONSULTAN HUKUM"

Call : 087711544454 - 08112780777.

Tuesday, November 29, 2016

TUNTUT KEADILAN...hanya itu saja...


Kadang gemas kadang senyum sendiri, kadang geli, kadang menahan tawa...melihat situasi politik nasional yang serba lucu. Lucu akibat perilaku orang orang yang berkepentingan didalamnya.Lucu terhadap kegusaran penguasa. Lucu terhadap semangatnya sekelompok orang yang ingin bersuara dan diingin didengar.... Lucu lagi terhadap perilaku orang orang yang merasa berkepentingan dan mengambil keuntungan atas situasi yang ada. 

Diawali dari gelombang massa pada tanggal 25 November 2016, sebut saja Bela Islam I yang begitu luar biasanya massa turun ke jalan untuk satu suara yaitu AHOK jadi tersangka atas penistaan agama. Terlepas dari perdebatan hukum atas perbuatan Ahok, massa hanya melihat bahwa Ahok tidak bisa menafsirkan surat AL Maidah 51 untuk disampaikan ke publik, terlepas itu disengaja atau tidak disengaja. Ada niat atau tidak ada niat, semua ada referensi bahwa siapapun yang melecehkan agama wajib untuk di hukum.

Desakan massa dalam ribuan ini, membuat hati penguasa ---dan ini pertama kali terjadi saat Pak Jokowi jadi Presiden---- menjadi sangat gundah gulana, bagaimana gerakan primordial sektarian ini mampu menggerakan  semuanya. Ini terjadi setelah massa reformasi, yang tadinya menuntut  dwi fungsi ABRI, Paket UU Politik, akhirnya mampu menciptakan amarah rakyat ditujukan ke penguasa orde baru. Perlu di catat, bahwa gerakan reformasi itu hanya menjadikan amarah rakyat pada sosok Soeharto supaya turun dari jabatan ( ora patheken ).

Pelajaran ini lah yang di amati oleh penguasa saat ini yang notabene mengakui dirinya sebagai kaum reformis penuh simbol sosialis (kesederhanaan dan bersahaja), kapable, dan transparansi. Bahwa gerakan massa ini sangat lah berbahaya dan pasti akan merongrong kewibawaan penguasa, karena ini sudah mengarah kepada isu SARA yang mengarah kepada adili penista agama, yaitu Ahok. Dikuatirkan tuntutan ini akan melebar dengan cepat menjadi ketidakpercayaan rakyat terhadap kondisi saat ini. Hal ini wajar karena mereka mereka sudah merasakan dan melihat bagaimana kekuatan sipil digerakan, walaupun darimana saja datangnya.
Padahal perlu diketahui, gerakan gerakan massa seperti itu akan meredup dan tidak pernah belajar dari apa yang sudah pernah terjadi, bagaimana efektifnya sebuah gerakan dengan melihat situasi sejarah sebelumnya. Kekuatan rakyat adalah kekuatan dari semua golongan. Memang isu sektarian, selama ini selalu mendominasi dan memicu orang orang bergerak, namun melupakan kelompok orang lain, misalnya buruh, yang saat ini juga sedang meregang nyawa menuntut upah tahunan, atau mahasiswa yang saat ini sdg berlibur kuliah, kenapa tidak mengaca pada sejarah bahwa untuk bersatu dalam menaikan tuntutan dari sektarian ke tuntutan demokratis, yaitu menegakan keadilan dengan memproses AHOK. 
Prinsip keadilan dengan meningkatkan tuntutan itu, merupakan simbol bahwa penguasa harus berdiri diatas semua golongan. Dimana sesuai dengan janji janji pilpres. Untung sekali situasi ini tidak begitu cerdas menjadi kepedulian massa ini. Sehingga hanya segelintir saja yang dalam front tersebut menyuarakan kepentingan politik. Bahwa penguasa tidak boleh melindungi ahok karena kepentingan partai pendukung. Posisi sulit sungguh dialami oleh Pak Jokowi, lingkar kekuasaannya hanya wait and see...
pertama, bahwa kepentingan politik PDIP harus diamankan oleh pak Jokowi terkait dengan calon PDIP yaitu Ahok.
Kedua, tuntutan yang luar biasa yang berpotensi pada ketidakpercayaan terhadap pak Jokowi. 
sikap sikap ini tiap hari berubah. Bukan demo nya yang ditakutimoleh penguasa, namun efek dan gerakan yang bisa memicu kelompok lain untuk bersekutu. Ini yang ditakui.

Oleh karena itu, Kapolri dan Panglima TNI menjadi harapan untuk bisa diandalkan dalam mengamankan situasi, namun sebatas situasi lapangan. Politik pecah dan pecah dengan cantiknya di lakukan oleh pak jokowi walaupun kita cibir, menyatukan mulai dari tiba tiba naik kuda dengan pak Prabowo, kemudian safari militer kopassus, kostrad,brimob, mengundang makan malam dengan ketua partai teman. Ini lah yang membuat situasi menjadi sangat berubah, menciptakan situasi genting di pemerintahan, dengan berupaya merangkul semua pihak, bahkan berharap rakyat bersimpati bahwa mereka juga korban dari situasi? WHY?????? karena strategi tidak mau disalahkan dan menjadi korban amarah.....

Kenapa tuntutan keadilan ini kemudian dijawab oleh penguasa dengan isu isu kebhinekaan, NKRI harga Mati, dan isu terorisme ? sekali lagi ini hanya ingin bukti kalau tidak ingin di salahkan dan tidak ingin mendapat amarah seperti pak harto. singkat cerita, penguasa telah berhasil belajar bagaimana cara menyelesaikan sebuah gelombang massa. Sedangkan massa Bela Islam III ini hanya meniru dari apa yang sdh pernah terjadi, dan hanya satu tuntutan tegakan keadilan. Tidak urusan itu berpengaruh kepada siapa....dan merugikan siapa. 

( bersambung)