NES & Co


advokat - Konsultan Hukum

Sunday, June 5, 2016

THR : antara kewajiban dan kebaikan hati

Dalam peraturan meneteri tenaga kerja nomor per-04/men/94 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi pekerja diperusahaan disebutkan bahwa tunjangan hari raya keagamaan yang selanjutnya disebut THR, adalah pendapatan pekerja yang wajib dibayarkan oleh pengusaha kepada pekerja atau keluarganya menjelang hari raya keagamaan yang berupa uang atau bentuk lain.
Kemudian dalam konsiderannya, disebutkan bahwa masyarakat Indonesia merupakan masyarakat pemeluk agama yang setiap tahunnya merayakan hari raya keagamaan sesuai dengan agamanya masing masing, dan bahwa bagi pekerja untuk merayakan hari raya tersebut memerlukan biaya tanbahan.Selain itu secara mendasar bahwa pemberian THR ini sebagai upaya untuk menciptakan ketenangan usaha dan meningkatkan kesejahteraan pekerja.
Konteks diatas kalau disikapiadalah bagaimana membangun hubungan industrial tidak sebatas kepada nilai produktivitas saja, melainkan sebagai nilai produktivitas sosial yang akan mampu menciptakan secara real produktivitas pekerja. Kalau dianggap sebagai sebuah beban biaya atau biaya tinggi maka yang muncul adalah bagaimana perusahaan akan menciptakan kondisi kontraiksi antara kewajiban sebagaimana diatur dalam permenaker diatas dengan kondisi manajemen keuangan sebagai konsekuensi produktivitas yang rendah. Demikian akan menjadi pembenar dalam memutuskan besaran THR untuk pekerja.
Bearapa besaran THR yang diberikan? pasal 3 ayat 1 permenaker 04/men/94 besarnya THR sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat 1 ditetapkan untuk karyawan yang sudah bekerja secara terus menerus dan telah mempunyai masa kerja 12 bulan atau lbih adalah 1 bulan upah. Sedangkan bagi yang bekerja antara 3 bulan secara terus menerus tetapi kurang dari 12 bulan maka akan diberikan secara proporsional. Selain diberikan secara cash money, THR juga bisa diberikan dalam bentuk 75% cash money dan 25% adalah dalam bentuk barang. Kemudian muncul dasar pemberian THR adalah apakah sebagai take home pay atau gaji pokok besarannya ditentukan sebagai sebuah kesepakatan antara pekerja dan pengusaha?
Disebutkan bahwa upah yang diberikan adalah upah pokok dan tunjangan tunjangan tetap yang melekat dalam komposisi tersebut. Peraturan ini tidak menyebut sebagai upah minimum kota sebagai dasar upah yang terendah. Karena dalam prakteknya sering digunakan legitimasi untuk memberikan THR dibawah UMK. Sektor industri padat karya yang sering terimabas oleh kelemahan dari hal ini karena disektor padat karya untuk mencapai tingkat upah yang tinggi adalah hasil dan akan dihitung tingkat rata ratahasil tersebut kemudian dijadikan dasar THR.
Permenaker ini sebagai alat pmaksa untuk setiap pengusaha melakukan kewajibannya hanya pada distrata kepatuhan teknisnya. Artinya sebagian pengusaha menilai bahwa kewajiban memberi akan dipatuhinamun seberapa besarnya akan dihitung sebagai biaya produksiyang tinggi.
Padahal permenaker sudah juga memberi kelonggaran untuk perusahaan yang ketidakmampuan membayar THR ini sebagai penyimpangan yang diajukan ke dirjen pembinaan hubungan industrial dan pengawasan ketenagakerjaan. Namun hal ini tidak pernah ditempuh sebagai kesempatan untuk meminta perlindungan akan jerat pelanggaran hukum ketenagakerjaan. Selain itu bahwa bahwa adanya kesempatan penyimpangan ini menunjukan ketidakkonsistensinya permenaker ini diterapkan , karena adanya gejolak buruh pasti akan terjadi.
Pengajuan penyimnpangan ini memerlukan perhitungan jauh sebelum jadwal batas pemberian THR. Disatu sisi buruh akan mensikapi bahwa selama ini telah mencurahkan segenap kemampuannya untuk perusahaan. Namun ketika tiba saatnya harapan menerima THR ternyata perusahaan mengajukan penyimpangan pembayaran THR maka yang terjadi adalah kontraproduktif dan rawan menimbulkan konflik dan langkah yang diambil adalah mogok kerja.
lalu bagaimana semangat permenaker ? bagaimana posisi pemerintah dalam hal ini? Tidak ada yang dilakukan oleh pemerintah kecuali mediasi kedua belah pihak. Tidak berupaya sebagai sebuah pelanggaran ketenagakerjaan , dan tidak mwlihat dampak sosialnya.
TINDAK PIDANA KETENAGAKERJAAN
Permenaker THR telah menyatakan bahwa pengusaha yang tidak melaksannakan ketentuan pembayaran THR ini dianggap sebagai tindak pidana ketenagakerjaan dengan kategori sebagai pelanggaran. Menurut Pompe,pengertian tindak pidana adalah suataupelanggaran norma (gangguan terhadap tata tertib hukum) yang dengan sengaja ataupun dengan tidak sengaja telah dilakukan oleh seorang individu, dimana penjatuhan hukuman terhadap pelaku tersebut adlah perlu demi terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan hukum.
Dengan demikian bahwa pemberian THR ini adalah normatif sehingga konsekuensi hukumnya adalah jika terjadi pelanggaran maka sebagaimana diatur dalam KUHP pasal 372 yang menyatakan bahwa ” Barang siapa dengan sengaja memiliki dngan melawan hak ssuatu barang yang sama sekali atau sebagiannya termasuk kepunyaan orang lain dan barang itu ada dalam tangannya bukan karena kejahatan,dihukum karena penggelapan dengan hukuman pemnjara selama lamanya empat tahun”
KEWAJIBAN SOSIAL
Setelah diuraikan diatas mengenai tujuan THR THR dan konsekuensinya, maka dengan bijaksana bahwa ini akan menjadi sebuah kewajiban sosiak bagi pengusaha. Dimana dalam manajemen sudah dimasukan dalam biaya produksi yang tentunya akan dipikul bersama dengan para pekerja. Konteks ini adalah mengembalikan kembali apa yang juga diberikan selama 1 tahun adanya peningkatan target produksi untuk menekan biaya produksi tersebut yaitu THR. Pengusaha tidak akan mengurangi pekerja, namun akan berupaya meningkatkan kapasitas produksi dengan SDM yang ditetapkan didepan bahwa jika kapasitas produksi dalam satu tahun ini tidak tercapai target yang diharapkan, maka biaya ketenagakerjaan akan tinggi dan salah satu upaya yang dipangkas adalah biaya THR.
Tanggung jawab sosial perusahaan tidak hanya dalam bentuk mncetak laba (sebagai sebuah institusi ekonomi) tetapi juga melindungai dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat (sebagai institusi sosial), ini pandangan sosioekonomi. Tanggung jawab sosial sbagai kewajiban sosial ini akan dimulai dari lingkungan internal perusahaan. Sehingga tidak ada alasan sebagaisebagai high cost atas pemberian THR ini karena planning product sudah time line. Sebagai harapan publik dan menciptakan kondisi yang tenag dalam berusaha , maka yakin bahwa energi positif akan keluar dari hubungan industrial ini sebagai sebuah kewajiban sosial.
Peraturan pemerintah hanyalah pelengkap dalam hubungan ini karena kewajiban sosial sudah mnjadikan sebagai salah satu komponen proses produksi bersama.

0 comments: