NES & Co


advokat - Konsultan Hukum

Tuesday, December 13, 2016

Ahok dan Tuduhan Penistaan Agama : terjebak dalam kepentingan politik?

Dalam artikel sebelumnya yaitu Ahok dan Tuduhan Penistaan Agama : Bisakah jadi tersangka? mencoba mengurai secara singkat tentang bagaimana tuduhan penistaan agama sesuai pasal 156 a KUHP, dan memang saat ini sedang memasuki tahapan peradilan.

Peradilan yang cepat yang kemarin selasa, 13 Desember 2016 di Pengadilan Negeri Jakarta Utara dimana dari pembacaan dakwaan kemudian dilanjutkan dengan eksepsi. Dan ini tentunya menjadi tanda tanya bagi kita semua, bagaimana dakwaan atas perbuatan yang begitu membuat negara gaduh hanya dilakukan dengan begitu cepat. Sewajarnya bahwa setelah dibacakan dakwaan oleh jaksa penuntut umum ( baca : JPU ) akan diberikan kesempatan kepada Terdakwa melalui Penasehat Hukum ( Baca : PH ) untuk mengajukan nota keberatan atau eksepsi. yang sebenarnya itu adalah tahapan dan hak hukum bagi terdakwa untuk membebaskan dirinya dari dakwaan atas perbuatan hukum terdakwa. Bukan keberatan atas perbuatan secara materiil, namun dakwaan secara formil lah yang akan di analisa oleh terdakwa atau PH nya bahwa dakwaan yang dituduhkan kepada nya adalah tidak benar atas penerapan pasal pasalnya, atau salah orang karena tidak terpenuhinya unsur dalam pasal tersebut, atau tidak terpenuhinya kompetensi relatif dan absolut atas dakwaan dan proses peradilan tersebut.

Dalam hal inilah menuntut kejelian dan kecerdasan dari PH dan terdakwa untuk menjawab semua dakwaan dalam eksepsi ataun keberatan. Bahkan dalam kasus pidana secara umum, sering hak eksepsi ini sering tidak dimanfaatkan karena dirasa secara formil memandang sdh terpenuhi dan pertarungan sebenarnya ada dipemeriksaan pokok perkara yaitu pembuktian dan pledoi atau pembelaan.

Melihat dari proses sidang kemarin, dimana eksepsi langsung diberikan ke PH dan terdakwa Ahok, maka sangatlah menjadi pertanyaan, dimana keberatan atas dakwaan tesebut? dimana keberataan formilnya? 
Yang ada hanyalah bagaimana terdakwa Ahok dan PH nya keberatan dengan pasal tersebut dan menjadi terdakwa atas tuduhan penistaan tersebut. Diungkapkan bagaimana latar belakang terjadinya ditetapkannya menjadi tersangka dan kemudian menjadi terdakwa, bahwa ini semua karena ada kepentingan pihak luar dan desakan massa yang begitu luar biasa sehingga menjadikan situasi menjadi alat penekan yang merugikan Ahok. Dan dalam kesempatan yang sama juga dalam posisi sebagai pihak yang sedang bertarung dalam pilkada Gubernur DKI yang pada bulan Februari 2017. 

Sebuah gerakan massa dengan mengatasnamakan Bela Islam I, II, III  (411-212) menjadikan kekuatan front ormas islam dan umat islam untuk tergerak hatinya menuntut keadilan. Sebenarnya sudah bisa ditebak bahwa Ahok pasti akan menjadi tersangka atas tuduhan tersebut, namun semua tahu bahwa Ahok banyak musuh dan banyak juga yang mencintai. Ahok menjadi sosok figur yang mampu memberi harapan akan adanya pemerintahan yang bersih dan anti korup. Disisi lain sebagai non pribumi, mampu bisa menjadi simbol kebhinekaan. Namun demikian, dan sangat menjadi pertanyaan, bahwa Ahok sering berseberangan secara politik, dan pandangan ke depan dengan kelompok tertentu yaitu ormas islam. Sering kali berita menunjukan pertikaian silang pendapat antara Ahok dan beberapa tokoh politik lokal dan ormas islam.

Namun sangat aneh kemudian PH dalam eksepsi mencampurkan adanya tekanan demonstrasi sehingga Ahok menjadi tersangka dan terdakwa yang akhirnya harus di dakwa atas penistaan agama. Bagaimana sebuah gelombang demonstrasi sebagai alat penekan bisa dijadikan materi nota keberatan. Perlu di ingat bahwa tuntutan massa muslimin adalah penegakan keadilan, bukan sebuah penghukuman yang diluar batas, bukan menuntut ahok mundur dari pilkada, Namun adalah kepastian hukum atas apa yang yang telah diperbuatnya. 
Dukungan massa ini mungkin diperlukan sebagai upaya untuk lebih hukum benar benar tegak lurus dan pedang dewi themis tajam untuk semua golongan. Mungkin juga karena kekuatiran adanya permainan hukum sehingga kasus ini akan hilang nantinya, karena Ahok orang dekat dengan kekuasaan.

Oleh karena itu persoalan politik dibawa dalam menjawab keberatan hukum itu tidak akan ketemu, karena hukum perlu di kritisi secara formil dan dibuktikan dengan materil.

Persoalan politik dan persoalan hukum menempati domain yang berbeda dan hukum adalah segalanya karena ini adalah keadilan, yaitu keadilan sebagai wakil Tuhan untuk bisa menciptakan rasa adil yang hakiki.

Semarang, 14 Desember 2016.


0 comments: