KODE ETIK ADVOKAT INDONESIA
PEMBUKAAN
Bahwa semestinya organisasi profesi memiliki Kode Etik yang membebankan
kewajiban dan sekaligus memberikan perlindungan hukum kepada setiap anggotanya
dalam menjalankan profesinya. Advokat sebagai profesi terhormat (officium
nobile) yang dalam menjalankan profesinya berada dibawah perlindungan
hukum, undang-undang dan Kode Etik, memiliki kebebasan yang didasarkan kepada
kehormatan dan kepribadian Advokat yang berpegang teguh kepada Kemandirian,
Kejujuran, Kerahasiaan dan Keterbukaan. Bahwa profesi Advokat adalah selaku
penegak hukum yang sejajar dengan instansi penegak hukum lainnya, oleh karena
itu satu sama lainnya harus saling menghargai antara teman sejawat dan juga
antara para penegak hukum lainnya. Oleh karena itu juga, setiap Advokat harus
menjaga citra dan martabat kehormatan profesi, serta setia dan menjunjung
tinggi Kode Etik dan Sumpah Profesi, yang pelaksanaannya diawasi oleh Dewan
Kehormatan sebagai suatu lembaga yang eksistensinya telah dan harus diakui
setiap Advokat tanpa melihat dari organisasi profesi yang mana ia berasal dan
menjadi anggota, yang pada saat mengucapkan Sumpah Profesi-nya tersirat
pengakuan dan kepatuhannya terhadap Kode Etik Advokat yang berlaku.
Dengan demikian Kode Etik Advokat Indonesia adalah sebagai hukum tertinggi
dalam menjalankan profesi, yang menjamin dan melindungi namun membebankan
kewajiban kepada setiap Advokat untuk jujur dan bertanggung jawab dalam
menjalankan profesinya baik kepada klien, pengadilan, negara atau masyarakat
dan terutama kepada dirinya sendiri.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Yang dimaksud dengan:
A.
Advokat
adalah orang yang berpraktek memberi jasa hukum, baik didalam maupun diluar
pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan undang-undang yang berlaku,
baik sebagai Advokat, Pengacara, Penasehat Hukum, Pengacara praktek ataupun
sebagai konsultan hukum.
B.
Klien adalah
orang, badan hukum atau lembaga lain yang menerima jasa dan atau bantuan hukum
dari Advokat.
C.
Teman
sejawat adalah orang atau mereka yang menjalankan praktek hukum sebagai Advokat
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
D.
Teman
sejawat asing adalah Advokat yang bukan berkewarganegaraan Indonesia yang
menjalankan praktek hukum di Indonesia sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.
E.
Dewan
kehormatan adalah lembaga atau badan yang dibentuk oleh organisasi profesi
advokat yang berfungsi dan berkewenangan mengawasi pelaksanaan kode etik
Advokat sebagaimana semestinya oleh Advokat dan berhak menerima dan memeriksa
pengaduan terhadap seorang Advokat yang dianggap melanggar Kode Etik Advokat.
F.
Honorarium
adalah pembayaran kepada Advokat sebagai imbalan jasa Advokat berdasarkan
kesepakatan dan atau perjanjian dengan kliennya.
BAB II
KEPRIBADIAN ADVOKAT
Pasal 2
Advokat Indonesia adalah warga negara Indonesia yang bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, bersikap satria, jujur dalam mempertahankan keadilan dan kebenaran
dilandasi moral yang tinggi, luhur dan mulia, dan yang dalam melaksanakan
tugasnya menjunjung tinggi hukum, Undang-undang Dasar Republik Indonesia, Kode
Etik Advokat serta sumpah jabatannya.
Pasal 3
A. Advokat dapat menolak untuk memberi
nasihat dan bantuan hukum kepada setiap orang yang memerlukan jasa dan atau
bantuan hukum dengan pertimbangan oleh karena tidak sesuai dengan keahliannya
dan bertentangan dengan hati nuraninya, tetapi tidak dapat menolak dengan
alasan karena perbedaan agama, kepercayaan, suku, keturunan, jenis kelamin,
keyakinan politik dan kedudukan sosialnya.
B. Advokat dalam melakukan tugasnya
tidak bertujuan semata-mata untuk memperoleh imbalan materi tetapi lebih
mengutamakan tegaknya Hukum, Kebenaran dan Keadilan.
C. Advokat dalam menjalankan profesinya
adalah bebas dan mandiri serta tidak dipengaruhi oleh siapapun dan wajib memperjuangkan
hak-hak azasi manusia dalam Negara Hukum Indonesia.
D. Advokat wajib memelihara rasa
solidaritas diantara teman sejawat.
E. Advokat wajib memberikan bantuan dan
pembelaan hukum kepada teman sejawat yang diduga atau didakwa dalam suatu
perkara pidana atas permintaannya atau karena penunjukan organisasi profesi.
F. Advokat tidak dibenarkan untuk
melakukan pekerjaan lain yang dapat merugikan kebebasan, derajat dan martabat
Advokat.
G. Advokat harus senantiasa menjunjung tinggi
profesi Advokat sebagai profesi terhormat (officium nobile).
H. Advokat dalam menjalankan profesinya
harus bersikap sopan terhadap semua pihak namun wajib mempertahankan hak dan
martabat advokat.
I. Seorang Advokat yang kemudian
diangkat untuk menduduki suatu jabatan Negara (Eksekutif, Legislatif dan
judikatif) tidak dibenarkan untuk berpraktek sebagai Advokat dan tidak
diperkenankan namanya dicantumkan atau dipergunakan oleh siapapun atau oleh
kantor manapun dalam suatu perkara yang sedang diproses/berjalan selama ia
menduduki jabatan tersebut.
BAB III
HUBUNGAN DENGAN KLIEN
Pasal 4
A. Advokat dalam perkara-perkara
perdata harus mengutamakan penyelesaian dengan jalan damai.
B. Advokat tidak dibenarkan memberikan
keterangan yang dapat menyesatkan klien mengenai perkara yang sedang diurusnya.
C. Advokat tidak dibenarkan menjamin
kepada kliennya bahwa perkara yang ditanganinya akan menang.
D. Dalam menentukan besarnya honorarium
Advokat wajib mempertimbangkan kemampuan klien.
E. Advokat tidak dibenarkan membebani
klien dengan biaya-biaya yang tidak perlu.
F. Advokat dalam mengurus perkara cuma-cuma harus
memberikan perhatian yang sama seperti terhadap perkara untuk mana ia menerima
uang jasa.
G. Advokat harus menolak mengurus
perkara yang menurut keyakinannya tidak ada dasar hukumnya.
H. Advokat wajib memegang rahasia
jabatan tentang hal-hal yang diberitahukan oleh klien secara kepercayaan dan
wajib tetap menjaga rahasia itu setelah berakhirnya hubungan antara Advokat dan
klien itu.
I. Advokat tidak dibenarkan melepaskan tugas yang
dibebankan kepadanya pada saat yang tidak menguntungkan posisi klien atau pada
saat tugas itu akan dapat menimbulkan kerugian yang tidak dapat diperbaiki lagi
bagi klien yang bersangkutan, dengan tidak mengurangi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 3 huruf a.
J. Advokat yang mengurus kepentingan
bersama dari dua pihak atau lebih harus mengundurkan diri sepenuhnya dari
pengurusan kepentingan-kepentingan tersebut, apabila dikemudian hari timbul
pertentangan kepentingan antara pihak-pihak yang bersangkutan.
K. Hak retensi Advokat terhadap klien
diakui sepanjang tidak akan menimbulkan kerugian kepentingan klien.
BAB IV
HUBUNGAN DENGAN TEMAN SEJAWAT
Pasal 5
A. Hubungan antara teman sejawat
Advokat harus dilandasi sikap saling menghormati, saling menghargai dan saling
mempercayai.
B. Advokat jika membicarakan teman
sejawat atau jika berhadapan satu sama lain dalam sidang pengadilan, hendaknya
tidak menggunakan kata-kata yang tidak sopan baik secara lisan maupun tertulis.
C. Keberatan-keberatan terhadap
tindakan teman sejawat yang dianggap bertentangan dengan Kode Etik Advokat
harus diajukan kepada Dewan Kehormatan untuk diperiksa dan tidak dibenarkan
untuk disiarkan melalui media massa atau cara lain.
D. Advokat tidak diperkenankan menarik
atau merebut seorang klien dari teman sejawat.
E. Apabila klien hendak mengganti
Advokat, maka Advokat yang baru hanya dapat menerima perkara itu setelah
menerima bukti pencabutan pemberian kuasa kepada Advokat semula dan
berkewajiban mengingatkan klien untuk memenuhi kewajibannya apabila masih ada
terhadap Advokat semula.
F. Apabila suatu perkara kemudian
diserahkan oleh klien terhadap Advokat yang baru, maka Advokat semula wajib
memberikan kepadanya semua surat dan keterangan yang penting untuk mengurus
perkara itu, dengan memperhatikan hak retensi Advokat terhadap klien tersebut.
BAB V
TENTANG SEJAWAT ASING
Pasal 6
Advokat asing yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku
menjalankan profesinya di Indonesia tunduk kepada serta wajib mentaati Kode
Etik ini.
BAB VI
CARA BERTINDAK MENANGANI PERKARA
Pasal 7
A. Surat-surat yang dikirim oleh
Advokat kepada teman sejawatnya dalam suatu perkara dapat ditunjukkan kepada
hakim apabila dianggap perlu kecuali surat-surat yang bersangkutan dibuat
dengan membubuhi catatan "Sans Prejudice ".
B. Isi pembicaraan atau korespondensi
dalam rangka upaya perdamaian antar Advokat akan tetapi tidak berhasil, tidak
dibenarkan untuk digunakan sebagai bukti dimuka pengadilan.
C. Dalam perkara perdata yang sedang
berjalan, Advokat hanya dapat menghubungi hakim apabila bersama-sama dengan
Advokat pihak lawan, dan apabila ia menyampaikan
surat, termasuk surat yang bersifat "ad informandum" maka hendaknya
seketika itu tembusan dari surat tersebut wajib diserahkan atau dikirimkan pula
kepada Advokat pihak lawan
D. Dalam perkara pidana yang sedang
berjalan, Advokat hanya dapat menghubungi hakim apabila bersama-sama dengan
jaksa penuntut umum.
E. Advokat tidak dibenarkan mengajari dan atau
mempengaruhi saksi-saksi yang diajukan oleh pihak lawan dalam perkara perdata atau
oleh jaksa penuntut umum dalam perkara pidana.
F. Apabila Advokat mengetahui, bahwa
seseorang telah menunjuk Advokat mengenai suatu perkara tertentu, maka hubungan
dengan orang itu mengenai perkara tertentu tersebut hanya boleh dilakukan
melalui Advokat tersebut.
G. Advokat bebas mengeluarkan
pernyataan-pernyataan atau pendapat yang dikemukakan dalam sidang pengadilan
dalam rangka pembelaan dalam suatu perkara yang menjadi tanggung jawabnya baik
dalam sidang terbuka maupun dalam sidang tertutup yang dikemukakan secara
proporsional dan tidak berkelebihan dan untuk itu memiliki imunitas hukum baik
perdata maupun pidana.
H. Advokat mempunyai kewajiban untuk
memberikan bantuan hukum secara cuma-Cuma (pro deo) bagi orang yang tidak
mampu.
I. Advokat wajib menyampaikan pemberitahuan
tentang putusan pengadilan mengenai perkara yang ia tangani kepada kliennya
pada waktunya.
BAB VII
KETENTUAN-KETENTUAN LAIN TENTANG KODE ETIK
Pasal 8
A. Profesi Advokat adalah profesi yang mulia dan
terhormat (officium nobile), dan karenanya dalam menjalankan profesi selaku
penegak hukum di pengadilan sejajar dengan Jaksa dan Hakim, yang dalam
melaksanakan profesinya berada dibawah perlindungan hukum, undang-undang dan
Kode Etik ini.
B. Pemasangan iklan semata-mata untuk
menarik perhatian orang adalah dilarang termasuk pemasangan papan nama dengan
ukuran dan! atau bentuk yang berlebih-lebihan.
C. Kantor Advokat atau cabangnya tidak
dibenarkan diadakan di suatu tempat yang dapat merugikan kedudukan dan martabat
Advokat.
D. Advokat tidak dibenarkan mengizinkan
orang yang bukan Advokat mencantumkan namanya sebagai Advokat di papan nama
kantor Advokat atau mengizinkan orang yang bukan Advokat tersebut untuk
memperkenalkan dirinya sebagai Advokat.
E. Advokat tidak dibenarkan mengizinkan
karyawan-karyawannya yang tidak berkualifikasi untuk mengurus perkara atau
memberi nasehat hukum kepada klien dengan lisan atau dengan tulisan.
F. Advokat tidak dibenarkan melalui media massa
mencari publitas bagi dirinya dan atau untuk menarik perhatian masyarakat
mengenai tindakan-tindakannya sebagai Advokat mengenai perkara yang sedang atau
telah ditanganinya, kecuali apabila keterangan-keterangan yang ia berikan itu
bertujuan untuk menegakkan prinsip-prinsip hukum yang
wajib diperjuangkan oleh setiap Advokat.
G. Advokat dapat mengundurkan diri dari perkara
yang akan dan atau diurusnya apabila timbul perbedaan dan tidak dicapai
kesepakatan tentang cara penanganan perkara dengan kliennya.
H. Advokat yang sebelumnya pernah
menjabat sebagai Hakim atau Panitera dari suatu lembaga peradilan, tidak
dibenarkan untuk memegang atau menangani perkara yang diperiksa pengadilan
tempatnya terakhir bekerja selama 3 (tiga) tahun semenjak ia berhenti dari
pengadilan tersebut.
BAB VIII
PELAKSANAAN KODE ETIK
Pasal 9
A. Setiap Advokat wajib tunduk dan
mematuhi Kode Etik Advokat ini.
B. Pengawasan atas pelaksanaan Kode
Etik Advokat ini dilakukan oleh Dewan Kehormatan.
BAB IX
DEWAN KEHORMATAN
Bagian Pertama
KETENTUAN UMUM
Pasal 10
1. Dewan Kehormatan berwenang memeriksa
dan mengadili perkara pelanggaran Kode Etik yang dilakukan oleh Advokat.
2. Pemeriksaan suatu pengaduan dapat
dilakukan melalui dua tingkat, yaitu:
a. Tingkat Dewan Kehormatan
Cabang/Daerah.
b.
Tingkat Dewan Kehormatan Pusat.
3. Dewan Kehormatan Cabang/daerah
memeriksa pengaduan pada tingkat pertama dan Dewan Kehormatan Pusat pada
tingkat terakhir.
4. Segala biaya yang dikeluarkan
dibebankan kepada:
a. Dewan Pimpinan Cabang/Daerah dimana teradu sebagai anggota pada tingkat
Dewan Kehormatan Cabang/Daerah;
b. Dewan Pimpinan Pusat pada tingkat Dewan Kehormatan Pusat organisasi dimana
teradu sebagai anggota;
c. Pengadu/Teradu.
Bagian Kedua
PENGADUAN
Pasal 11
1. Pengaduan dapat diajukan oleh pihak-pihak yang berkepentingan dan merasa
dirugikan, yaitu:
a. Klien.
b. Teman sejawat Advokat.
c. Pejabat Pemerintah.
d. Anggota Masyarakat.
e. Dewan Pimpinan Pusat/Cabang/Daerah dari organisasi profesi dimana
Teradu menjadi anggota.
2. Selain untuk kepentingan organisasi, Dewan Pimpinan Pusat atau Dewan
Pimpinan Cabang/Daerah dapat juga bertindak sebagai pengadu dalam hal yang
menyangkut kepentingan hukum dan kepentingan umum dan yang dipersamakan untuk
itu.
3. Pengaduan yang dapat diajukan hanyalah yang mengenai pelanggaran terhadap
Kode Etik Advokat.
Bagian Ketiga
TATA CARA PENGADUAN
Pasal 12
1. Pengaduan terhadap Advokat sebagai teradu yang dianggap melanggar Kode Etik
Advokat harus disampaikan secara tertulis disertai dengan alasan-alasannya
kepada Dewan Kehormatan Cabang/Daerah atau kepada dewan Pimpinan Cabang/Daerah
atau Dewan Pimpinan Pusat dimana teradu menjadi anggota.
2. Bilamana di suatu tempat tidak ada Cabang/Daerah Organisasi, pengaduan
disampaikan kepada Dewan Kehormatan Cabang/Daerah terdekat atau Dewan Pimpinan
Pusat.
3. Bilamana pengaduan disampaikan kepada Dewan Pimpinan Cabang/Daerah, maka
Dewan Pimpinan Cabang/Daerah meneruskannya kepada Dewan Kehormatan
Cabang/Daerah yang berwenang untuk memeriksa pengaduan itu.
4. Bilamana pengaduan disampaikan kepada Dewan Pimpinan Pusat/Dewan Kehormatan
Pusat, maka Dewan Pimpinan Pusat/Dewan Kehormatan Pusat meneruskannya kepada
Dewan Kehormatan Cabang/Daerah yang berwenang untuk memeriksa pengaduan itu
baik langsung atau melalui Dewan Dewan Pimpinan Cabang/Daerah.
Bagian Keempat
PEMERIKSAAN TINGKAT PERTAMA OLEH DEWAN KEHORMATAN CABANG/DAERAH
Pasal 13
1. Dewan Kehormatan Cabang/Daerah setelah menerima pengaduan tertulis yang
disertai surat-surat bukti yang dianggap perlu, menyampaikan surat
pemberitahuan selambatlambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari dengan surat
kilat khusus/tercatat kepada teradu tentang adanya pengaduan dengan
menyampaikan salinan/copy surat pengaduan tersebut.
2. Selambat-lambatnya dalam waktu 21 (dua puluh satu) hari pihak teradu harus
memberikan jawabannya secara tertulis kepada Dewan Kehormatan Cabang/Daerah
yang bersangkutan, disertai surat-surat bukti yang dianggap perlu.
3. Jika dalam waktu 21 (dua puluh satu) hari tersebut teradu tidak memberikan
jawaban tertulis, Dewan Kehormatan Cabang/Daerah menyampaikan pemberitahuan
kedua dengan peringatan bahwa apabila dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak
tanggal surat peringatan tersebut ia tetap tidak memberikan jawaban tertulis,
maka ia dianggap telah melepaskan hak jawabnya.
4. Dalam hal teradu tidak menyampaikan jawaban sebagaimana diatur di atas dan
dianggap telah melepaskan hak jawabnya, Dewan Kehormatan Cabang/Daerah dapat
segera menjatuhkan putusan tanpa kehadiran pihak-pihak yang bersangkutan.
5. Dalam hal jawaban yang diadukan telah diterima, maka Dewan Kehormatan dalam
waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari menetapkan hari sidang dan
menyampaikan panggilan secara patut kepada pengadu dan kepada teradu untuk
hadir dipersidangan yang sudah ditetapkan tersebut.
6. Panggilan-panggilan tersebut harus sudah diterima oleh yang bersangkutan
paling lambat 3 (tiga) hari sebelum hari sidang yang ditentukan.
7. Pengadu dan yang teradu:
a. Harus hadir secara pribadi dan tidak dapat menguasakan kepada orang lain,
yang jika dikehendaki masing-masing dapat didampingi oleh penasehat.
b. Berhak untuk mengajukan saksi-saksi dan bukti-bukti.
8. Pada sidang pertama yang dihadiri kedua belah pihak:
a. Dewan Kehormatan akan menjelaskan tata cara pemeriksaan yang berlaku;
b. Perdamaian hanya dimungkinkan bagi pengaduan yang bersifat perdata atau
hanya untuk kepentingan pengadu dan teradu dan tidak mempunyai kaitan langsung
dengan kepentingan organisasi atau umum, dimana pengadu akan mencabut kembali
pengaduannya atau dibuatkan akta perdamaian yang dijadikan dasar keputusan oleh
Dewan Kehormatan Cabang/Daerah yang langsung mempunyai kekuatan hukum yang
pasti.
c. Kedua belah pihak diminta mengemukakan alasan-alasan pengaduannya atau
pembelaannya secara bergiliran, sedangkan surat-surat bukti akan diperiksa dan
saksi-saksi akan didengar oleh Dewan Kehormatan Cabang/Daerah.
9. Apabila pada sidang yang pertama kalinya salah satu pihak tidak hadir:
a. Sidang ditunda sampai dengan sidang berikutnya paling lambat 14 (empat
belas) hari dengan memanggil pihak yang tidak hadir secara patut.
b. Apabila pengadu yang telah dipanggil sampai 2 (dua) kali tidak hadir tanpa
alasan yang sah, pengaduan dinyatakan gugur dan ia tidak dapat mengajukan
pengaduan lagi atas dasar yang sama kecuali Dewan Kehormatan Cabang/Daerah
berpendapat bahwa materi pengaduan berkaitan dengan kepentingan umum atau
kepentingan organisasi.
c. Apabila teradu telah dipanggil sampai 2 (dua) kali tidak datang tanpa alasan
yang sah, pemeriksaan diteruskan tanpa hadirnya teradu.
d. Dewan berwenang untuk memberikan keputusan di luar hadirnya yang teradu,
yang mempunyai kekuatan yang sama seperti keputusan biasa.
Bagian Kelima
SIDANG DEWAN KEHORMATAN CABANG/DAERAH
Pasal 14
1. Dewan Kehormatan Cabang/Daerah bersidang dengan Majelis yang terdiri
sekurang-kurangnya atas 3 (tiga) orang anggota yang salah satu merangkap
sebagai Ketua
Majelis, tetapi harus selalu berjumlah ganjil.
2. Majelis dapat terdiri dari Dewan Kehormatan atau ditambah dengan Anggota
Majelis Kehormatan Ad Hoc yaitu orang yang menjalankan profesi dibidang hukum
serta mempunyai pengetahuan dan menjiwai Kode Etik Advokat.
3. Majelis dipilih dalam rapat Dewan Kehormatan Cabang/Daerah yang khusus
dilakukan untuk itu yang dipimpin oleh Ketua Dewan Kehormatan Cabang/Daerah
atau jika ia berhalangan oleh anggota Dewan lainnya yang tertua,
4. Setiap dilakukan persidangan, Majelis Dewan Kehormatan diwajibkan membuat
atau menyuruh membuat berita acara persidangan yang disahkan dan ditandatangani
oleh Ketua Majelis yang menyidangkan perkara itu.
5. Sidang-sidang dilakukan secara tertutup, sedangkan keputusan diucapkan dalam
sidang terbuka.
Bagian Keenam
CARA PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Pasal 15
(1) Setelah memeriksa dan mempertimbangkan pengaduan, pembelaan, surat-surat
bukti dan keterangan saksi-saksi maka Majelis Dewan Kehormatan mengambil
Keputusan yang dapat berupa:
a. Menyatakan pengaduan dari pengadu tidak dapat diterima;
b. Menerima pengaduan dari pengadu dan mengadili serta menjatuhkan
sanksi-sanksi kepada teradu;
c. Menolak pengaduan dari pengadu.
(2) Keputusan harus memuat pertimbangan-pertimbangan yang menjadi dasarnya dan
menunjuk pada pasal-pasal Kode Etik yang dilanggar.
(3) Majelis Dewan Kehormatan mengambil keputusan dengan suara terbanyak dan
mengucapkannya dalam sidang terbuka dengan atau tanpa dihadiri oleh pihak-pihak
yang bersangkutan, setelah sebelumnya memberitahukan hari, tanggal dan waktu
persidangan tersebut kepada pihak-pihak yang bersangkutan.
(4) Anggota Majelis yang kalah dalam pengambilan suara berhak membuat catatan
keberatan yang dilampirkan didalam berkas perkara.
(5) Keputusan ditandatangani oleh Ketua dan semua Anggota Majelis, yang apabila
berhalangan untuk menandatangani keputusan, hal mana disebut dalam keputusan
yang bersangkutan.
Bagian Ketujuh
SANKSI-SANKSI
Pasal 16
1. Hukuman yang diberikan dalam keputusan dapat berupa:
a. Peringatan biasa.
b. Peringatan keras.
c. Pemberhentian sementara untuk waktu tertentu.
d. Pemecatan dari keanggotaan organisasi profesi.
2. Dengan pertimbangan atas berat atau ringannya sifat pelanggaran Kode Etik
Advokat dapat dikenakan sanksi:
a. Peringatan biasa bilamana sifat pelanggarannya tidak berat.
b. Peringatan keras bilamana sifat pelanggarannya berat atau karena mengulangi
kembali melanggar kode etik dan atau tidak mengindahkan sanksi peringatan yang
pernah diberikan.
c. Pemberhentian sementara untuk waktu tertentu bilamana sifat pelanggarannya
berat, tidak mengindahkan dan tidak menghormati ketentuan kode etik atau
bilamana setelah mendapat sanksi berupa peringatan keras masih mengulangi
melakukan pelanggaran kode etik.
d. Pemecatan dari keanggotaan organisasi profesi bilamana dilakukan pelanggaran
kode etik dengan maksud dan tujuan merusak citra serta martabat kehormatan
profesi Advokat yang wajib dijunjung tinggi sebagai profesi yang mulia dan
terhormat.
3. Pemberian sanksi pemberhentian sementara untuk waktu tertentu harus diikuti
larangan untuk menjalankan profesi advokat diluar maupun dimuka pengadilan.
4. Terhadap mereka yang dijatuhi sanksi pemberhentian sementara untuk waktu
tertentu dan atau pemecatan dari keanggotaan organisasi profesi disampaikan
kepada Mahkamah Agung untuk diketahui dan dicatat dalam daftar Advokat.
Bagian Kedelapan
PENYAMPAIAN SALINAN KEPUTUSAN
Pasal 17
Dalam waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah keputusan
diucapkan, salinan keputusan Dewan kehormatan Cabang/Daerah harus disampaikan
kepada:
a. Anggota yang diadukan/teradu;
b. Pengadu;
c. Dewan Pimpinan Cabang/Daerah dari semua organisasi profesi;
d. Dewan Pimpinan Pusat dari masing-masing organisasi profesi;
e. Dewan Kehormatan Pusat;
f. Instansi-instansi yang dianggap perlu apabila keputusan telah mempunyai
kekuatan hukum yang pasti.
Bagian Kesembilan
PEMERIKSAAN TINGKAT BANDING DEWAN KEHORMATAN PUSAT
Pasal 18
1. Apabila pengadu atau teradu tidak puas dengan keputusan Dewan Kehormatan
Cabang/Daerah, ia berhak mengajukan permohonan banding atas keputusan tersebut
kepada Dewan Kehormatan Pusat.
2. Pengajuan permohonan banding beserta Memori Banding yang sifatnya wajib,
harus disampaikan melalui Dewan Kehormatan Cabang/Daerah dalam waktu 21 (dua
puluh satu) hari sejak tanggal yang bersangkutan menerima salinan keputusan.
3. Dewan Kehormatan Cabang/Daerah setelah menerima Memori Banding yang
bersangkutan selaku pembanding selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas)
hari sejak penerimaannya, mengirimkan salinannya melalui surat kilat
khusus/tercatat kepada pihak lainnya selaku terbanding.
4. Pihak terbanding dapat mengajukan Kontra Memori Banding selambat-lambatnya
dalam waktu 21 (dua puluh satu) hari sejak penerimaan Memori Banding.
5. Jika jangka waktu yang ditentukan terbanding tidak menyampaikan Kontra
Memori Banding ia dianggap telah melepaskan haknya untuk itu.
6. Selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak berkas perkara
dilengkapi dengan bahan-bahan yang diperlukan, berkas perkara tersebut
diteruskan oleh Dewan Kehormatan Cabang/Daerah kepada dewan Kehormatan Pusat.
7. Pengajuan permohonan banding menyebabkan ditundanya pelaksanaan keputusan
Dewan Kehormatan Cabang/Daerah.
8. Dewan kehormatan Pusat memutus dengan susunan Majelis yang terdiri
sekurangkurangnya
3 (tiga) orang anggota atau lebih tetapi harus berjumlah ganjil yang salah satu
merangkap Ketua Majelis.
9. Majelis dapat terdiri dari Dewan Kehormatan atau ditambah dengan Anggota
Majelis
Kehormatan Ad Hoc yaitu orang yang menjalankan profesi dibidang hukum serta
mempunyai pengetahuan dan menjiwai Kode Etik Advokat.
10. Majelis dipilih dalam rapat Dewan Kehormatan Pusat yang khusus diadakan
untuk itu yang dipimpin oleh Ketua Dewan Kehormatan Pusat atau jika ia
berhalangan oleh anggota Dewan lainnya yang tertua.
11. Dewan Kehormatan Pusat memutus berdasar bahan-bahan yang ada dalam berkas
perkara, tetapi jika dianggap perlu dapat meminta bahan tambahan dari
pihak-pihak yang bersangkutan atau memanggil mereka langsung atas biaya
sendiri.
12. Dewan Kehormatan Pusat secara prorogasi dapat menerima permohonan
pemeriksaan langsung dari suatu perkara yang diteruskan oleh Dewan Kehormatan
Cabang/Daerah asal saja permohonan seperti itu dilampiri surat persetujuan dari
kedua belah pihak agar perkaranya diperiksa langsung oleh Dewan Kehormatan
Pusat.
13. Semua ketentuan yang berlaku untuk pemeriksaan pada tingkat pertama oleh
Dewan Kehormatan Cabang/Daerah, mutatis mutandis berlaku untuk pemeriksaan pada
tingkat banding oleh Dewan Kehormatan Pusat.
Bagian Kesepuluh
KEPUTUSAN DEWAN KEHORMATAN
Pasal 19
1. Dewan Kehormatan Pusat dapat menguatkan, merubah atau membatalkan keputusan
Dewan Kehormatan Cabang/Daerah dengan memutus sendiri.
2. Keputusan Dewan kehormatan Pusat mempunyai kekuatan tetap sejak diucapkan
dalam sidang terbuka dengan atau tanpa dihadiri para pihak dimana hari, tanggal
dan waktunya telah diberitahukan sebelumnya kepada pihak-pihak yang
bersangkutan.
3. Keputusan Dewan Kehormatan Pusat adalah final dan mengikat yang tidak dapat
diganggu gugat dalam forum manapun, termasuk dalam MUNAS.
4. Dalam waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah keputusan
diucapkan, salinan keputusan Dewan Kehormatan Pusat harus disampaikan kepada:
a. Anggota yang diadukan/teradu baik sebagai pembanding ataupun terbanding;
b. Pengadu baik selaku pembanding ataupun terbanding;
c. Dewan Pimpinan Cabang/Daerah yang bersangkutan;
d. Dewan Kehormatan Cabang/Daerah yang bersangkutan;
e. Dewan Pimpinan Pusat dari masing-masing organisasi profesi;
f. Instansi-instansi yang dianggap perlu.
5. Apabila seseorang telah dipecat, maka Dewan Kehormatan Pusat atau Dewan
Kehormatan Cabang/Daerah meminta kepada Dewan Pimpinan Pusat/Organisasi profesi
untuk memecat orang yang bersangkutan dari keanggotaan organisasi profesi.
Bagian Kesebelas
KETENTUAN LAIN TENTANG DEWAN
KEHORMATAN
Pasal 20
Dewan Kehormatan berwenang menyempurnakan hal-hal yang telah diatur tentang
Dewan Kehormatan dalam Kode Etik ini dan atau menentukan hal-hal yang belum
diatur didalamnya dengan kewajiban melaporkannya kepada Dewan Pimpinan
Pusat/Organisasi profesi agar diumumkan dan diketahui oleh setiap anggota dari
masing-masing organisasi.
BAB X
KODE ETIK & DEWAN KEHORMATAN
Pasal 21
Kode Etik ini adalah peraturan tentang Kode Etik dan Ketentuan Tentang Dewan
Kehormatan bagi mereka yang menjalankan profesi Advokat, sebagai satu-satunya
Peraturan Kode Etik yang diberlakukan dan berlaku di Indonesia.
BAB XI
ATURAN PERALIHAN
Pasal 22
1. Kode Etik ini dibuat dan diprakarsai oleh Komite Kerja Advokat Indonesia,
yang disahkan dan ditetapkan oleh Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN), Asosiasi
Advokat Indonesia (AAI), Ikatan Penasehat Hukum Indonesia (IPHI), Himpunan
Advokat & Pengacara Indonesia (HAPI), Serikat Pengacara Indonesia (SPI),
Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI) dan Himpunan Konsultan Hukum Pasar
Modal (HKHPM) yang dinyatakan berlaku bagi setiap orang yang menjalankan
profesi Advokat di Indonesia tanpa terkecuali.
2. Setiap Advokat wajib menjadi anggota dari salah satu organisasi profesi
tersebut dalam
ayat 1 pasal ini.
3. Komite Kerja Advokat Indonesia mewakili organisasi-organisasi profesi
tersebut dalam ayat 1 pasal ini sesuai dengan Pernyataan Bersama tertanggal 11
Februari 2002 dalam hubungan kepentingan profesi Advokat dengan lembaga-lembaga
Negara dan
pemerintah.
4. Organisasi-organisasi profesi tersebut dalam ayat 1 pasal ini akan membentuk
Dewan kehormatan sebagai Dewan Kehormatan Bersama, yang struktur akan
disesuaikan dengan Kode Etik Advokat ini.
Pasal 23
Perkara-perkara pelanggaran kode etik yang belum diperiksa dan belum diputus
atau belum berkekuatan hukum yang tetap atau dalam pemeriksaan tingkat banding
akan diperiksa dan diputus berdasarkan Kode Etik Advokat ini.
BAB XXII
PENUTUP
Pasal 24
Kode Etik Advokat ini berlaku sejak tanggal berlakunya Undang-undang tentang
Advokat
Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 23 Mei 2002
PERUBAHAN I
KODE ETIK ADVOKAT INDONESIA
Ketujuh organisasi profesi advokat yang tergabung dalam Komite Kerjasama
Advokat Indonesia (KKAI, yaitu Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN), Asosiasi
Advokat Indonesia (AAI), Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI), Asosiasi
Konsultan Hukum Indonesia (AKHI), Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM),
Serikat Pengacara Indonesia (SPI), dan Himpunan Advokat & Pengacara Indonesia
(HAPI), dengan ini merubah seluruh ketentuan Bab XXII, pasal 24 kode etik
Advokat Indonesia yang ditetapkan pada tanggal 23 Mei 2002 sehingga seluruhnya
menjadi :
BAB XXII
PENUTUP
Kode etik Advokat ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, yaitu sejak tanggal 23
Mei 2002.
Ditanda-tangani di: Jakarta
Pada tanggal: 1 Oktober 2002
Oleh:
KOMITE KERJA ADVOKAT INDONESIA